Keterangan Foto : Ketua Umum KOPHI, Rudy Marjono.
Jakarta, 8 Agustus 2025 -Konsorsium Penegakan Hukum Indonesia (KOPHI) mengecam keras mandeknya eksekusi terhadap putusan perkara Siplester yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) sejak 2019, namun hingga kini belum juga dilaksanakan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Fakta bahwa sebuah putusan pengadilan yang sudah final selama enam tahun dibiarkan tanpa eksekusi adalah tamparan keras bagi wajah penegakan hukum di Indonesia. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah hukum hanya berlaku bagi rakyat kecil, sementara bagi pihak tertentu bisa diabaikan?
Ketua Umum KOPHI, Rudy Marjono, menegaskan:
> “Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tidak punya alasan hukum sedikit pun untuk menunda eksekusi ini. Keterlambatan enam tahun adalah bentuk pembangkangan terhadap putusan pengadilan. Rakyat berhak tahu, ada apa di balik semua ini? Apakah ada kekuatan besar yang melindungi pihak terpidana, ataukah ada permainan di dalam tubuh penegak hukum itu sendiri?”
KOPHI menilai, pembiaran ini bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan indikasi kuat adanya penyalahgunaan kewenangan atau intervensi. Jika dibiarkan, hal ini akan memperkuat pandangan bahwa hukum di negeri ini bisa dibeli, diatur, bahkan diabaikan jika melibatkan pihak yang “berkuasa”.
KOPHI mendesak:
1. Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan segera melaksanakan eksekusi tanpa dalih, dan tanpa kompromi.
2. Jaksa Agung melakukan evaluasi dan pemeriksaan internal terhadap jaksa yang menangani eksekusi perkara ini.
3. Komisi Kejaksaan RI dan Komisi III DPR RI memanggil pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk memberikan keterangan terbuka kepada publik.
KOPHI mengingatkan, negara hukum akan runtuh jika aparat penegak hukum sendiri mengkhianati amanat putusan pengadilan. Kami tidak akan tinggal diam, dan siap menggerakkan aksi publik, advokasi media, hingga langkah hukum untuk memastikan keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.
Rudy Marjono
Ketua Umum
Konsorsium Penegakan Hukum Indonesia (KOPHI)
"