Proses Mediasi Gugatan 70,5 Triliun Kembali Digelar, Penggugat Menolak Damai

Dody Zuhdi
0

 





Jakarta - Gugatan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU RI) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diajukan oleh Tim Kuasa Hukum yang tergabung dalam Front Pengacara Pejuang Demokrasi, HAM, dan Anti KKN memasuki tahapan mediasi. KPU digugat Pelapor bernama Dr. Brian Demas Wicaksono, S.H.,M.H. karena dinilai telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yaitu menerima berkas pendaftaran bakal Pasangan Bakal Calon Presiden Prabowo Subianto dan Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pada hari Rabu, 25 Oktober 2023.


Kuasa Hukum Pelapor, Sunandiantoro mengatakan, agenda mediasi hari ini, Rabu (20/12/2023), dihadiri langsung oleh prinsipal dan tergugat KPU, namun para turut Tergugat tidak hadir dalam mediasi tersebut.


"Dalam proses mediasi ini berjalan alot karena apa yang lakukan oleh KPU dinilai penggugat merupakan perbuatan melanggar hukum, namun pihak KPU merasa bukan perbuatan melanggar hukum. Jadi proses mediasi ini belum ada titik temu," ujar Sunandiantoro.


Sunandiantoro menambahkan, pihak KPU sempat mengajak untuk berdamai pada proses mediasi tadi, namun dengan tegas pihak penggugat menolak ajakan tersebut. Ia mau berdamai dengan syarat KPU membatalkan pendaftaran calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka serta mendiskualifikasi pasangan tersebut.


"Kami sempat diajak damai pada proses mediasi tadi, tapi dengan jelas dan tegas kami sampaikan bahwa kami tidak bisa diajak damai ketika KPU ini melakukan perbuatan melawan hukum. Kami mau berdamai asalkan KPU membatalkan proses pendaftaran capres-cawapres Prabowo-Gibran," ungkapnya.


Pelapor Dr. Brian Demas Wicaksono, S.H.,M.H berpendapat bahwa sebagai negara hukum, hukum positif harus ditegakkan. Di Indonesia, untuk menuju kepastian hukum harus ada hukum tertulisnya. Dalam perkara ini, PKPU sendiri belum dirubah sehingga mengakibatkan perbuatan melawan hukum.


"Kami heran komisioner KPU sendiri tidak memahami hal itu, bahkan Bawaslu dan DKPP juga mengapa tidak memahaminya," ungkapnya. 


Dalam kesempatan tersebut, Kuasa Hukum Edesman menilai bahwa Indonesia merupakan negara hukum, bukan negara kekuasaan. Dalam perkara ini, yang dipertaruhkan adalah moralitas bangsa karena apa yang dilakukan salah akan melahirkan produk yang salah.


"Ini masalah hukum yang ditabrak. Indonesia adalah negara hukum yang bukan tunduk pada kekuasaan, tetapi menganut azas kepastian hukum," pungkasnya.

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)